St Yosef, Pribadi Biasa

Mengenal  Santo Yosef : Pribadi “yang biasa”


“Apakah ada yang pernah mengalami perasaan ditikung atau di-ghosting?” “Perasaan apa yang muncul?”  “Apakah merasa sakit hati, marah, kecewa, dendam, atau terluka?” “Lalu apa yang dibuat dengan semua perasaan tersebut?” “Apakah ada yang pernah mencurahkan rasa marah atau pedih tersebut di dunia maya sehingga semua orang di dunia bisa tahu perasaan kita?” “Atau dengan sengaja menuliskannya di media sosial agar semua orang tahu siapa yang “menjahati” kita?”  “Atau mungkin bukan ditikung tetapi pernah memiliki masalah dengan seseorang kemudian mulai ngerumpi baik di belakang yang bersangkutan atau mem-bully lewat media sosial agar orang tersebut dipermalukan?”

Paus Fransiskus mencanangkan mulai tanggal 8 Desember 2020 – 8 Desember 2021 sebagai tahun St. Yosef dan menjadi pelindung Gereja semesta. Banyak alasan mengapa St. Yosef layak diteladani, dan salah satunya yang sangat membuat saya kagum adalah ketulusannya. Bagi saya pribadi, tugas yang harus diemban oleh St. Yosef adalah sangat berat sebab memerlukan banyak pengorbanan, baik secara fisik maupun psikis.

Menerima Maria Sebagai Istrinya

Pengorbanan pertama dimulai ketika ia mendapat kabar bahwa Maria tunangannya mengandung dan ia tahu bahwa itu bukan anaknya.  Bisa jadi awalnya St. Yosef merasa terkejut,   marah, sakit hati, tidak bisa menerima keadaan, atau ingin tahu siapa ayah dari anak tersebut. Saya merasa  bahwa kenyataan ini  tidak bisa diterimanya. Hal ini terbukti dengan ia bermaksud untuk menceraikan Maria. Namun hebatnya, walaupun St. Yosef di pihak yang dirugikan, ia tidak memiliki keinginan untuk membalas sakit hatinya kepada Maria. Ia malah mencari cara bagaimana agar Maria tidak mendapatkan hukuman dari kehamilannya tersebut. Karena dalam kasus Maria, ia bisa digolongkan sebagai “berzinah” dan hukumannya adalah dicambuk atau dirajam, pelaku ditanam sebatas leher lalu dilempari batu di muka umum sampai meninggal. Sedangkan St. Yosef tidak akan dipersalahkan oleh masyarakat jika ia menceraikan Maria karena ia bisa menjelaskan alasannya. Justru jika ia diam-diam menceraikan Maria maka publik bisa saja menuduh St. Yosef tidak bertanggungjawab karena telah menghamili Maria dan kemudian meninggalkannya begitu saja.  Di sinilah kita bisa melihat, kebesaran hati St. Yosef yang mau berkorban demi melindungi Maria dari hukuman dirajam.

 “Ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam, tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu”….. (Mat 1:19-20). St. Yosef sungguh-sungguh mempertimbangkan keputusannya sebagai bagian dari discernment karena ia tidak langsung mengambil keputusan pada saat itu jugaia tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh gejolak emosinya, namun mengikutsertakan Tuhan, guna mencari dan menemukan apa yang menjadi kehendak-Nya. Hal ini semakin diteguhkan dengan kejernihan hatinya sehingga ia bisa menangkap pesan Tuhan melalui Malaikat. “Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai isterinya” (Mat 1:24). Tidak seperti ketika ia menimbang-nimbang untuk menceraikan Maria, kali ini tanpa berpikir panjang, ia taat pada kehendak Tuhan yang disampaikan kepadanya dalam mimpi dan segera menikahi Maria yang sedang mengandung.


Keluar Zona Nyaman

Konsekuensi dari mengatakan “ya” pada kehendak Tuhan memerlukan tanggung jawab yang besar, ketulusan, dan keberanian. St. Yosef membuktikan bahwa ia berusaha menjadi suami dan ayah yang baik bagi keluarganya. Kali ini pun, kala nyawa bayi Yesus terancam, ia tidak berpikir panjang ketika di tengah malam, yang berarti tanpa persiapan yang cukup, langsung membawa keluarganya lari  ke Mesir. Ini adalah pengorbanan besar kedua karena keputusan untuk lari ke Mesir itu membawa resiko yang besar.  St. Yosef berani dan rela keluar dari zona aman. Ia harus pergi dari kampung halamannya dan meninggalkan pekerjaan serta kerabatnya. Ia harus ke negeri asing dan memulai segala sesuatu dari nol dengan adanya istri dan bayi yang menjadi tanggungjawabnya. Bisa kita bayangkan bahwa hidup di tempat asing bukanlah hal mudah apalagi bagi seorang tukang kayu yang secara ekonomi tidaklah kaya. Belum lagi harus menyesuaikan diri dengan bahasa dan adat istiadat setempat yang sangat berbeda.

Bayangkanlah bahwa kerinduan akan kampung halamannya masih tersimpan dalam diri St. Yosef. Kabar gembira datang ketika akhirnya ia mendapat berita bahwa Herodes sudah meninggal, maka ia ingin membawa keluarganya kembali ke kampung halamannya. Namun kali ini pengorbanan lain muncul kembali karena ada resiko bahwa nyawa Yesus masih terancam, terpaksa mereka tidak bisa kembali ke kampung halamannya namun menetap di Galilea. Babak baru kembali terjadi, memulai dari nol lagi.  


Yesus Sebagai Anak Kandung Yosef

St. Yosef juga mengikuti tradisi Yahudi untuk mempersembahkan anak sulung kepada Allah. Artinya di depan umum, ia mengakui Yesus sebagai putra kandungnya dan rela bersama Bunda Maria melakukan perjalanan sekitar 5 hari untuk kembali ke Yerusalem demi mencari Yesus yang tetap tinggal di bait Allah bersama orang-orang Farisi dan Ahli Taurat.  Ketika sudah kembali ke Nasareth, ia mengajari Yesus untuk menjadi tukang kayu sebagai persiapan untuk  masa depan Yesus.

Saya yakin masih banyak hal yang dilakukan oleh St. Yosef untuk menunjukkan kebesaran hatinya dalam menerima kehendak Tuhan. Ini juga menjadi alasan mengapa Paus Fransiskus ingin agar kita meneladani St. Yosef. Ia menjadi teladan bagi kita yang umumnya adalah orang biasa, jauh dari perhatian, tersembunyi. Walaupun begitu, sudah jelas bahwa St. Yosef memainkan peranan besar dalam sejarah keselamatan kita. Entah apa yang terjadi dengan Yesus maupun Bunda Maria tanpa sosok St. Yosef yang membaktikan seluruh hidupnya demi mereka dalam rangka ketaatannya kepada Tuhan .

Semoga St. Yosef menjadi teladan bagi kita untuk menjadi orang sederhana yang tulus, memiliki hati yang berjiwa besar untuk berani berkorban, menyimpan aib dan kelemahan orang lain, daripada mengumbarnya dengan menggosipkan ke sana kemari, atau mengunggah ungkapan kejengkelannya terhadap orang itu agar menjadi viral di media sosial dan diketahui oleh banyak orang.



Hari Raya St. Yosef, 19 Maret 2021

Magdalena Lian, OSU